Senin, 28 Oktober 2013

Tasamuh Kelas 9



TASAMUH - Toleransi Dalam Islam
Written on 06/12/08 | 09.08

Tasamuh adalah sikap tenggang rasa terhadap sesama dalam masyarakat dimana kita berada.

Tasamuh yang juga seriang disebut toleransi dalam ajaran Islam adalah toleransi sosial kemasyarakatan, bukan toleransi di bidang aqidah keimanan. Dalam bidang aqidah keimanan, seorang muslim meyakini bahwa
Islam satu-satunya agama yang benar yang diridhoi Allah SWt.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
("Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanya Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian diantara mereka. barang siapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya) ( Ali Imron 19)

Sikap yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai dengan keimanan seorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip tasamuh. Setiap muslim diperintahkan untuk bersikap tasamuh terhadap orang lain yang berbeda agama atau berbeda pendirian.

Perbedaan pendapat antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam masyarakat sudah menjadi ketentuan Allah yang diberikan kepada setiap individu
manusia.

Dalam sejarah
kehidupan Rasulullah s.a.w, tasamuh telah ditampakan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu Nabi dan kaum muslimin hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang beragama lain.

Tasamuh atau sikap tenggan rasa dapat memelihara kerukunan hidup dan memelihara kerja sama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Tasamuh berfungsi sebagai penertib, pengaman dan pendamai dalam komunikasi dan interaksi sosial.

Dalam mengamalkan tasamuh kita dianjurkan supaya melakukan hal-hal diantaranya:

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
يا ايها النا س انا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلنكم شعوبا وقبا ئل لتعا رفوا ان اكرمكم عند الله اتقكم ان الله عليم خبير 
(" Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu sekalian dari seorang dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqqa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui dan Maha Mengenal") (Al Hujurat 13)

2. Mengembangkan sikap tenggang rasa
Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling menjelekan dan lain sebagainya.

3. Tidak semena-mena terhadap orang lain
Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah tengah masyarakat, kita juga tidak dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat melakukannya.
" Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhdap suatu kaum mendorong kamu untukberlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Maidah 8)

4. Gemar Melakukan kegiatan kemanusiaan
من نفٌس عن مؤ من كربت من كرب الدني نفٌس الله عنه كربة من كرب يوم القيا مة ومن يسٌر على معسر يسٌز الله عليه فى الدنيا و الآخرة
Barang siapa yang melapangkan kehidupan dunia orang mukim, maka Allah akan melapangkan kehidupan orang itu di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan kesusahan orang yang dalam kesusahan, Allah akan menghilangkan kesusahan orang itu di dunia dan akhirat. (HR Muslim)


Mengembangkan Sikap Tasamuh

Iftitah
Alkisah, dalam sebuah halaqah sahabat Ibnu Abbas ditanya tentang tiga hal: (1) hari apa yang paling baik; (2) bulan apa yang paling baik; dan (3) amal apa yang paling baik. Dengan lugas Ibnu Abbas menjawab, hari yang paling baik adalah hari jumat, karena keutamaan hari itu khusus diperuntukkan bagi umat Muhammad. Bulan yang paling baik adalah bulan Ramadhan, karena pada bulan itu Alqur’an dan Lailatul Qadar diturunkan, serta ibadah sunat di bulan tersebut pahalanya disamakan dengan ibadah wajib. Adapun amal yang paling baik adalah shalat lima waktu tepat pada waktunya, karena semua amal itu tergantung shalatnya. Jawaban Ibnu Abbas tersebut disanggah oleh sahabat Ali bin Abu Thalib. Menurutnya, hari yang paling baik bukanlah hari jumat, melainkan hari di mana manusia keluar dari dunia dalam keadaan iman kepada Allah. Bulan yang paling baik bukanlah bulan Ramadhan, tetapi bulan di mana seseorang dapat melakukan taubatan nasuha di dalamnya. Sedangkan amal yang paling baik bukanlah shalat lima waktu tepat waktu, melainkan setiap amal yang diterima Allah, baik amal itu banyak maupun sedikit (Syekh Nawawi al-Bantaniy, tt: 16).
Kasus ini memberikan gambaran bahwa dalam tradisi Islam awal, perbedaan pendapat diantara para sahabat telah biasa terjadi, dan hal tersebut dapat diterima sebagai sebuah keniscayaan tanpa mengganggu sendi – sendi persaudaraan diantara mereka. Jika dirunut, sebenarnya perbedaan pendapat di kalangan sahabat tersebut bermuara pada perbedaan pendekatan yang dipakai dalam memahami sebuah persoalan. Ibnu Abbas dalam kisah di atas, lebih mengedepankan pendekatan fiqhiyyah, di mana ia menjawab pertanyaan – pertanyaan tadi dengan argumen – argumen fiqh. Secara fiqh, hari yang paling baik adalah jum’at. Begitupun bulan terbaik, tentu bulan Ramadhan, dan amal terbaik, tentulah shalat lima waktu. Sementara pada sisi lain, sahabat Ali menggunakan pendekatan tasawwuf, di mana ia lebih mementingkan dimensi sufistik dari tatanan ibadah. Maka tidak heran jika sahabat Ali menjawab hari terbaik bukanlah hari jumat, tetapi hari (apa pun) di mana hari itu seseorang meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Bulan terbaik bukanlah bulan Ramadhan, tetapi bulan di mana seseorang dapat melakukan taubatan nashuha di dalamnya. Amal terbaik adalah amal yang diterima Allah baik banyak maupun sedikit.
Akhir kisah perdebatan diantara para sahabat tersebut, semuanya menyatakan bahwa baik pendapat Ibnu Abbas maupun Ali sama-sama benar, tidak ada yang salah. Pandangan mereka berbeda karena sudut pandangnya berbeda, namun hasil pendapatnya tetap sama kebenarannya.
Pertanyaannya, mengapa sekarang sebahagian umat (Islam) tidak terbiasa dengan tradisi menghargai perbedaan pendapat, bahkan merasa alergi dengan perbedaan, dan lebih ironis lagi menjadi saling bermusuhan bahkan konflik atas nama (pemahaman) agama yang didaku (di-claim) paling benar? Pertanyaan selanjutnya, mengapa sendi – sendi tasamuh yang telah dibangun dalam tradisi Islam akhir – akhir ini mulai terkikis?
Memahami Perbedaan
Perbedaan merupakan sunnatullah yang mesti diakui keniscayaannya. Allah menciptakan manusia berbeda – beda, ada laki- laki, ada perempuan. Dia juga mentaqdirkan manusia terdiri atas berbagai bangsa dan suku. Namun seperti dinyatakan oleh-Nya sendiri bahwa perbedaan – perbedaan tersebut bukan untuk melebihkan satu dari yang lainnya dan untuk berpecah belah, namun sebaliknya untuk lita’arafu (saling mengenal, saling menghargai, saling menolong); dan sekaligus untuk mengukur dan membedakan tingkat ketaqwaan satu dari yang lainnya (Q.S. al-Hujurat: 13).
Perbedaan adalah orkestra kehidupan, di mana bunyinya satu sama lain berbeda, namun jika diatur dengan baik akan menimbulkan suara yang indah dan menyejukkan jiwa. Tak ada orkestra yang indah kalau alat musik maupun suaranya sama. Orkestra yang baik dihasilkan dari harmoni nada-nada yang berbeda.
Jika realitas kehidupan ini diibaratkan seperti orkestra, maka tak dapat dipungkiri lagi bahwa kita hidup dalam keragaman: keragaman pemahaman, pendapat, adat istisdat, bahkan keyakinan.
Singkat kata, perbedaan pendapat sering dan bahkan selalu dijumpai dalam masyarakat kita, mulai dari masalah – masalah sosial sampai masalah – masalah agama dan keagamaan.
Memperkokoh Sikap Tasamuh
Sekali lagi, Islam adalah agama yang mengakui adanya kemajemukan. Islam mengajarkan untuk menghargai perbedaan jenis kelamin, suku, bangsa bahkan agama. Oleh karena itu Islam mengajarkan sikap toleransi (tasamuh). Bentuk – bentuk toleransi yang diajarkan oleh Islam antara lain tidak ada paksaan dalam memilih agama (la ikraha fi al-din), kebolehan makan hewan sembelihan ahl al kitab, dan lain – lain (Thabbarah, 1993:425).
Nabi Muhammad saw sebagai sosok teladan memberikan contoh sikap toleransi ini secara nyata. Contoh sikap toleransi ini tercermin dalam Konstitusi Madinah yang antara lain berisi pengakuan bahwa antara orang – orang Islam dan orang – orang Yahudi Madinah adalah umat yang satu dan bangsa yang satu (Al Jabiriy, 1991: 93).
Jika pemahaman toleransi ini dibawa ke wilayah yang lebih jauh maka umat Islam mempunyai tanggungjawab untuk menghindari konflik atas nama agama. Agama apapun tidak membenarkan konflik, kekerasan dan peperangan atas nama agama. Islam dalam hal ini harus menjadi perekat komunitas manusia, bukan sebaliknya dipakai untuk melegitimasi kekerasan dan peperangan atas umat lain atau atas sesama muslim.
Bentuk – bentuk perilaku sebagai elaborasi dari pemahaman Islam toleran ini antara lain dengan melakukan kegiatan bersama untuk mengatasi persoalan – persoalan kemanusiaan secara bersama. Hal yang terakhir ini merupakan salah satu upaya yang bisa ditempuh untuk mengeliminasi resistensi konflik horisontal antar umat beragama.
Menegakkan Perdamaian
Kehidupan dunia yang penuh kasih sayang, perdamaian dan kerukunan merupakan dambaan setiap manusia. Nabi Muhammad saw diutus untuk memerangi kemusyrikan, perbudakan, penindasan ketimpangan sosial ekonomi. Singkat kata Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi kehidupan, rahmatan li al-’alamin. Itulah misi utama mengapa Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah menjadi rasul-Nya, menyerukan ajaran-Nya kepada seluruh alam.
Misi perdamaian dalam ajaran Islam harus ditegakkan dan diperjuangkan dengan cara menghentikan segala bentuk kekerasan dan peperangan serta membangun sebuah solidaritas masyarakat bersama untuk anti kekerasan dan anti peperangan.
Dalam dataran kenyataan agama sering dipolitisir oleh beberapa pihak untuk kepentingan kelompok agama tertentu. Akibatnya kekerasan dan peperangan sering dicarikan argumen tologis. Politisasi agama semacam ini tentu harus dihindari oleh muslim karena bertentangan dengan prinsip – prinsip dasar Islam sebagai agama perdamaian untuk manusia.
Kalam Akhir
Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammd bermuara pada suatu tauhid yang menebarkan kasih sayang dan menegakkan perdamaian (peace making). Implementasi konsep ini salah satunya harus mewujud dalam perilaku menghargai harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi nilai – nilai toleransi dalam hidup bermasyarakat. Tetapi pada dataran realitas mengapa banyak orang yang mengobarkan kerusuhan, kekerasan bahkan peperangan atas nama perbedaan pendapat. Inilah poin penting mengapa kita harus merenungkan kembali makna tasamuh dalam kehidupan.
Tasamuh adalah sikap tenggang rasa terhadap sesama dalam masyarakat dimana kita berada.
Juga banyak dalil yang berkaitan dg masalah ini, diantaranya ( QS. Al-Kaafirun : 1-6 ), (Al Hujurat 13), (Al Maidah 8), (HR Muslim)

Tasamuh
Pengertian :
= Bahasa : Sama-sama berlaku bai, saling berbuat baik (toleran dan tenggang rasa).
=Pengertian: Upaya untuk sama-sama berbuat baik dan saling berbuat baik.

Dalil :
= (Q.S. al-Bukhari no. 2283)

Sikap Positif :
= Sikap positif Tasamuh dalam pergaulan remaja, antara lain :
  1. Tidak mengganggu ketenangan tetangga;
  2. Tidak melarang tetangga apabila ingin menanam pohon di batas kebunnya;
  3. Menyukai sesuatu buat tetangganya sebagaimana ia menyukai buat dirinya sendiri.

Dampak Positif :
= Dampak-dampak Tasamuh dalam pergaulan remaja, antara lain :
  1. Terwujudnya kesatuan dan persatuan generasi muda;
  2. Terjalinya hubungan batin hidup yang mesra antar sesama remaja;
  3. Terwujudnya kehidupan yang rukun dan damai;
  4. Tercapainya ketenteraman batin hidup bersama.

Contoh :
= Contoh Tasamuh dalam pergaulan remaja :
~Haidar ingin membeli kendara’an baru, tetapi belum terlaksana. Apabila Adi, tetangga Haidar membeli kendara’an baru, Haidar pun harus ikut merasa senang karena ia sendiri juga ingin membeli kendara’an baru.

Sikap Tenggang Rasa / Tasamuh

Tenggang rasa atau di sebut tasamuh / toleran Dalam pergaulan baik intren umat islam maupun dengan ummat non islam, saling menghormati saling menghargai sesama manusia. Pada hakekatnya sikap seperti ini telah dimiliki oleh manusia sejak masih anak-anak namu perlu bimbingan dan arahan.
tasamuh-dalam-kehidupan-sehari-hari
Setiap manusia diberikan akal, pikiran, dan perasaan dalam hidup bermasyarakat, perasaan harus mendapat perhatian oleh masing-masing anggota masyarakat. Salah satu bentuk perahtian terhadap perasaan sesama manusia ialah memiliki sikap tasamuh. Dengan demikian sikap tasamuh sangat diperlukan dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Bersikap tasamuh berarti memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil haknya sebagaimana mestinya.
Tasamuh dalam kehidupan bergama harus sabar dalam menghadapi keyakinan-keyakinan orang lain, pendapat-pendapat mereka dan amal-amal mereka walaupun bertentangan dan bathil. Menurut pandangan, dab tidak boleh menyerang dan mencela yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya. Asas tersebut terkandung dalam Q.S Al-An’am ayat : 108
Sikap tasamuh penting untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama, untuk untuk menciptakan persatuan dan kerukunan dengan sesama makhluk ciptaan Allah SWT.

Pengertian Tasamuh dan Macam-macamnya

1.      Pengertian Tasamuh
Secara bahasa tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling menghargai sedangakan menurut istilah tasamuh artinya suatu sikap yang senantiasa saling menghargai antara sesama manusia. Sebagai mahluk sosial kita semua saling membutuhkan satu sama lain, karena masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dengan demikian perlu ditumbuhkan sikap toleran dan tenggang rasa agar senantiasa  tergerak untuk saling menutupi kekurangan masing-masing. Dari sikap ini akan terpancar rasa saling menghargai, berbaik sangka dan terhindar dari sikap saling menuduh antar teman.
Q.S. Al-Hujarat : 12-13 Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujarat : 12-13)
Ayat diatas  juga menjelaskan bahwa  sikap toleransi tidak memandang suku, bangsa dan ras. Karena mereka terpaut dalam satu keyakinan sebagai makhluk Allah di muka bimi. Dihadapan Allah semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Adapun yang membedakan mereka dihadapan Allah swt adalah Taqwa.

Tasamuh

Pengertian Tasamuh
a. Secara bahasa, tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling mengharagai.
b.Secara istilah, tasamuh artinya suatu sikap yang senantiasa saling menghargai antar sesama manusia.
Firman Allah SWT dalam QS. Al hujurat ayat 12 dan 13 memberikan penjelasan secara gambling bahwa sikap toleransi tidak memandang suku, bangsa, dan ras. Di hadapan Allah semuanya adalah sama, si kaya, si miskin, si hitam, si putih, yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah prestasi takwa.
Toleransi ini terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Toleransi terhadap sesama muslim.
2. Toleransi terhadap nonmuslim.
Toleransi terhadap sesame muslim adalah kewajiban yang harus dilakukan sebagai wujud persaudaraan yang diikat oleh tali akidah yang sama.
لايؤمن احدكم حتى يحب لاخيه ما يحب لنفسه
Artinya: "Tidaklah beriman seseorang diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai saudaranya sendiri." (HR. Bukhari)
Adapun toleransi dengan nanmuslim ada batasnya, yaitu selama mereka juga mau menghargai kita, tidak menyerang dan tidak menggusur dari kampong halaman.
Dalil Naqli sikap Tasamuh
Firman Allah:
...الله ربن وربكم لنا اعملنا ولكم اعملكم لاحجة بيننا وبينكم الله يجمع بيننا واليه المصير
Artinya: " Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu . Allah mengumpulkan antara kita, dan kepada Allahlah kita kembali " (QS. Asyura: 15)
Analisis Dalil
Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan di dunia ini, sikap tasamuh atau toleran terhadap sesame merupakan suatu keharusan. Sebab tanpa adanya sikap tasamuh tersebut, niscaya suatu masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah SWT menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan harmonis.
Hikmah Sikap Tasamuh
1. Dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam pergaulan.
2. Dapat memperluas pergaulan.
3. Dapat menunjukkan sikap jiwa besar.
4. Dapat menghilangkan kesulitan diri sendiri maupun orang lain.

Tasamuh

Tasamuh atau toleransi adalah sifat tenggang rasa atau menghargai pendirian orang lain
Dalil naqli :
1) QS Al Hujurat:13 yang artinya:
"Hai manusia,sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan , dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah swt ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal."

2) HR Muttafaqun'alaih
"Tidaklah dikatakan beriman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sendiri sebagaimana mencintai dirinya sendiri."

Contoh perilaku Tasamuh :
- Tidak memaksakan kepada orang lain
- Lapang dada dalam menerima setiap perbedaaan
- Tidak boleh mencaci / mencela pendirian orang lain
- Tetap bergaul / bersikap baik dengan orang non dalam hal duniawi

Fungsi Tasamuh :
- Mempererat persatuan dan kesatuan serta persaudaraan diantara manusia
- Menigkatkan derajat manusia
- Meringankan beban penderitaan orang lain
- Menjaga dan menghormati kewajiban dan hak orang lain
- Menumbuhkan sikap bertanggung jawab terhadap kehidupan di lingkungan masyarakat
- Menjaga norma-norma agama , sosial dan adat istiadat
B.   Tasamuh
1.      Pengertian Tasamuh
Tasamuh atau toleransi adalah sifat dan sikap tenggang rasa (menghargai) pendirian orang lain.
Tasamuh berarti toleransi, tenggang rasa dan menghargai mitra dialog.
Toleransi atau toleran adalah sifat dan sikap tenggang rasa (menghargai)pendirian atau pendapat yang (bertentangan) dengan pendirian sendiri dalam berbagai hal.
Dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya kita membiasakan diri untuk saling kerja sama dalam kebaikan , saling menghargai orang lain dan sikap tenggang rasa.
Firman Allah

Artinya :  …Dan tolong menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS Al Maidah 2 )

2.      Dalil Naqli tentang Tasamuh
a.       Al Qur’an Surat Al Hujrat ayat 13

Artinya : Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya oaring yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah . Ialah orang yang paling bertaqwa  diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,”(QS Al Hujrat 13)

b.      Hadis Nabi Muhammad saw
Artinya : Tidaklah dikatakan beriman seseorang di antara kamu sehuingga ia mencintai saudaranya sendiri sebagai mana mencintai dirinya Sendiri (HR Mutafaqun ‘Alaih)

3.      Contoh Perilaku Tasamuh
a.Tidak melaksanakan kepada orang lain, terutama dalam hal memilih agama
b.Tetap bergaul atau bersikap baik dengan orang lain islam dalam hal duniawi
c. Lapang dada dalam menerima perbedaan.
d.  Tidak boleh mencela atau memaki sesembahan orang lain

    Fungsi Tasamuh
        Mempererat persatuan  dan kesatuan serta persaudaraan diantara manusia.
        Meningkatkan derajat manusia, baik dihadapan orang lain ataupun dihadapan Allah swt.
        Meringankan beban penderitaan orang lain
        Menjaga dan menghormati kewajibandan hak orang lain
        Menjaga Norma-norma agama, social dan adapt istiadat.
Toleransi, yang bahasa Arabnya tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik,
lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum,
tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh ajaran Islam."

Setidak-tidaknya ada dua macam tasamuh. Pertama, tasamuh antar sesama
manusia muslim yang berupa sikap dan perilaku tolong menolong saling
menghargai, saling menyayangi, saling menasehati, dan tidak curiga
mencurigai. Kedua, tasamuh terhadap manusia non muslim, seperti
menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan anggota masyarakat dalam
satu negara. Dengan kata lain, toleransi didasarkan atas
prinsip-prinsip : 1. bertetangga baik; 2. saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama; 3. membela mereka yang teraniaya; 4. saling
menasehati, dan 5. menghormati kebebasan beragama.

Ajaran Islam tentang toleransi beragama atau hubungan antar ummat
beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni :

Pertama, tidak ada paksaan dalam agama, "Tidak ada paksaan dalam agama
(karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang
salah." (Q.S. Al-Baqarah : 256).

Kedua, mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan
beragama, sebagaimana digariskan dalam Q.S. Al-Kafirun :
Katakanlah : "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku."
(Q.S. Al-Kafirun 1-6).

Ketiga, tidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka (Q.S. Al-
An'am : 108).

Keempat, tetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak
memusuhi (Q.S. Al-Mumtahanah 8-9; Q.S. Fushshilat : 34).

Kelima, memberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Pesan Nabi SAW,
"Barangsiapa menyakiti orang dzimmi berarti ia menyakiti diriku!"

Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam
bukanlah toleransi yang pasif -- yang sekedar "menenggang, lapang dada
dan hidup berdampingan secara damai" -- tapi lebih luas lagi; bersifat
aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil. Agama
Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan
perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah
: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).


Praktek Toleransi Islam
-----------------------
Ajaran Islam tentang toleransi ini bukan hanya merupakan teori belaka,
tapi juga terbukti dalam praktek, sebagaimana tercatat dalam sejarah
Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim. Sejak agama Islam
berkembang, Rasulullah SAW sendiri memberi contoh betapa toleransi
merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of
Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan
beragama. Melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di
antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi
kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka.

Ketika ummat Islam berkuasa di Spanyol selama hampir 700 tahun, soal
toleransi ini pun menjadi acuan dalam memperlakukan penduduk asli,
baik yang beragama Nasrani maupun Yahudi. Toleransi Islam ini juga
nyata di India, waktu Islam memerintah India, terutama pada masa
Sultan Akbar, Kesultanan Humayun Kabir, di mana kaum Hindu juga
mendapat keleluasaan.


Batas Toleransi
---------------
Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab
toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan
"luntur iman."

Batas toleransi itu ialah, pertama : apabila toleransi kita tidak lagi
disambut baik atau ibarat "bertepuk sebelah tangan," di mana pihak
lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam. Kalau sudah sampai
"batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman
kepercayaan.

Firman Allah SWT,
"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan
kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir
kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir
kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).

Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung
membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan untuk
"memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan ummatnya agar
menolak kejahatan dengan cara yang baik?

"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan)
dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang antaramu dengannya
ada permusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia." (Q.S.
Al-Fushshilat : 34).

Apalagi kalau yang "memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kita
sendiri, maka penolakannya harus dengan cara yang lebih baik lagi

Beda Toleransi dan Tasamuh

Konsep toleransi dalam perspektif Barat memiliki beberapa perbedaan yang sangat mendasar dengan perspektif Islam. Secara terminologi, toleransi perspektif Barat adalah menerima sesuatu tanpa rasa protes. Baik dalam hal kebaikan atau dalam hal keburukan sekalipun, toleransi harus tetap dilakukan. Berbeda dengan perspektif Islam. Dalam Islam, toleransi seringkali diartikan sebagai tasamuh. Tasamuh memiliki makna tasahul (kemudahan).Artinya, Islam memberikan kemudahan bagi siapa pun untuk menjalankan apa yang ia yakini, dengan tanpa paksaan.

Selain dalam hal definisi istilah, toleransi dalam pandangan Barat dan Islam juga berbeda dalam melihat kebenaran dalam agama-agama. Menurut perspektif Barat, pemeluk salah satu agama, Islam misalnya, juga harus mengakui adanya kebenaran dalam agama-agama lain. Artinya, kebenaran tidak hanya terdapat dalam Islam. Tapi, agama juga terdapat dalam keyakinan-keyakinan lainnya meskipun berbeda namanya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip Islam. Dalam Islam kebenaran adalah bersifat absolut yang datangnya dari Allah SWT. Konsep kebenaran dalam Islam tidak bersifat relatif, sebab Islam memiliki cara pandang tersendiri dalam melihat suatu kebenaran yaitu dengan kaca mata al-Qur’an dan al-Hadits.
Perbedaan lainnya yaitu toleran dalam menyikapi perbedaan antar agama. Konsep toleransi ala Barat memandang perbedaan antar agama tidaklah begitu berarti. Sebab, menurut cara pandang ini, perbedaan antara satu agama dengan yang lain hanya terjadi dalam tataran eksoterik. Adapun dalam tataran esoterik semua agama adalah sama. Dan semua agama sedang menuju hakekat yang sama yaitu “The One”.
Jadi, -menurut Barat- untuk memupuk nilai-nilai toleransi, semua umat beragama harus menjauhkan perbedaan-perbedaan tersebut dan meleburnya menjadi satu keyakinan. Bagi Islam, hal ini adalah suatu hal yang prinsip. Artinya, Islam meyakini bahwa justru dengan adanya perbedaan antar agama inilah yang menjadikan agama Islam sangat berbeda dengan agama-agama lainnya.
Bagi Islam, agama Kristen dan Yahudi adalah agama yang sesat. Sebab, salah satu ajaran inti kedua agama tersebut adalah tidak menyembah Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam. Agama Kristen menyembah Trinitas, sementara Yahudi menyembah Yahweh. Antara Allah SWT, Trinitas dan Yahweh tentu sangat berbeda dan harus dibedakan. Dalam hal keTuhanan, konsep tasamuh Islam tidak berlaku.
Adapun perbedaan mendasar lainnya yaitu tujuan dilakukannya toleransi. Menurut konsep Barat, toleransi ini dilakukan untuk memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan. Artinya, toleransi ala Barat dilakukan atas dasar menjalankan syariat Tuhan yang sama. Ini tentu berbeda dengan tasamuh model Islam. Tasamuh disyariatkan untuk mencapai kemaslahatan bersama.
Maksudnya adalah Islam memberikan kemudahan bagi orang lain yang berbeda keyakinan agar tetap bisa menjalankan keyakinannya. Umat Islam tidak boleh mengintimidasi umat non-muslim. Sebab, Islam mengajarkan tidak ada unsur pemaksaan dalam berkeyakinan. Dari paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa toleransi dalam perspektif Barat bukanlah tasamuh dalam agama Islam.
Islam: Antara Toleransi dan Bertasamuh
Kamis, 25 Oktober 2012 - 12:31 WIB
Jauh lebih baik bertasamuh dari pada bertoleransi. Dan satu hal yang tak kalah penting, masalah kerukunan antar umat beragama, Islam tidak perlu belajar dari Barat
Oleh: Mohammad Ismail
WACANA kerukunan antar umat beragama bukanlah hal yang baru dalam ajaran Islam. Sejak agama Islam diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam nilai-nilai kerukunan sudah diajarkan dan diterapkan. Bukan hanya kepada sesama umat muslim. Bahkan kepada non-muslim pun Islam menjalin kerukunan.
Tapi, akhir-akhir ini, Islam justru disudutkan dengan berbagai macam tuduhan. Dan yang terbaru ialah “Islam bukan agama toleran” yang dilontarkan oleh LSI. Untuk itu, penulis merasa perlu menyikapi tuduhan tersebut. Adapun tulisan ini ingin mendudukkan toleransi dengan konsep tasamuh dalam Islam serta mencari benang merah perbedaan antara keduanya.
Beda Toleransi dan Tasamuh
Secara terminologi, kata “tolerance” (toleransi) sebagaimana dalam The New International Webster Comprehensive Dictionary of The English Language (1996:1320) diartikan dengan menahan perasaan tanpa protes (to endure without protest). Artinya seseorang tidak berhak protes atas argumen orang lain, meskipun itu adalah gagasan yang salah dalam keyakinan. Inilah toleransi dalam pengertian Barat.
Berbeda dengan Islam. Islam mengartikan toleransi dengan istilah “tasamuh”. Dalam kamus al-Muhit, Oxford Study Dictionary English-Arabic (2008:1120) istilah tasamuh memiliki arti tasahul (kemudahan). Artinya, Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa ada tekanan dan tidak mengusik ketauhidan.
Dalam pandangan Harun Nasution dalam Kamus Lengkap Islamologi (2009), toleransi meliputi beberapa hal. Di antaranya yaitu : Mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Artinya, Harun percaya bahwa kebenaran tidak hanya ada dalam Islam, melainkan kebenaran juga ada dalam agama selain Islam. Selain itu, toleransi menurut Harun berarti upaya membina rasa persaudaraan se-Tuhan.
Definisi Harun di atas sangat sarat akan aroma paham pluralis. Pertama, Harun ingin merelatifkan nilai kebenaran itu sendiri. Gagasan Harun ini bukanlah hal yang baru. Ia mengekor dengan ide John Hick, yang menganggap kebenaran itu relatif. Kedua, Harun juga ingin menyamakan Tuhan agama-agama. Dalam hal ini ia terpengaruh oleh Frichof Schuon yang percaya akan Tuhan agama-agama yaitu “The One”.
Lain halnya dengan Dr Yusuf al-Qaradhawi dalam Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami yang memaknai konsep tasamuh dalam beberapa hal. Tasamuh adalah keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya. Selain itu, tasamuh juga berarti keyakinan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik.
Jadi, antara toleransi dalam pandangan Barat memiliki perbedaan mendasar dengan konsep tasamuh dalam Islam. Perbedaan tersebut terlihat dalam hal konsekwensi berkeyakinan dalam beragama. Toleransi ingin merelatifkan nilai-nilai kebenaran dalam beragama. Sedangkan tasamuh justru untuk meyakini akan kebenaran yang hanya berasal dari Allah Subhanahu Wata’ ala. Dari defenisi Qaradhawi ini saja ada perbedaan besar antara toleransi (dalam konsep Barat) dan Islam.
Islam Intoleran yang Tasamuh
Belum lama ini Islam kembali menjadi sorotan media massa. Kali ini Islam tidak sedang dituduh sebagai agama teroris. Tapi, Islam dianggap sebagai agama yang intoleran.
Statemen tersebut dilontarkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI). Wacana itu merupakan kesimpulan dari hasil survei yang mereka lakukan pada tanggal 1-8 Oktober 2012. Kabarnya, survei tersebut dilengkapi dengan riset kualitatif, analisis media dan Focus Group Discussion (FGD). (antaranews.com)
Adapun survei tersebut menemukan bahwa publik (umat islam) tidak nyaman hidup berdampingan dengan orang yang berbeda agama naik 8,2 persen dari 6,9 persen menjadi 15,1 pada survei tahun 2012. Ketidaknyamanan bertetangga dengan orang Syiah sebelumnya sebesar 26,7 persen sekarang naik 15,1 persen menjadi 41,8 persen.
Sementara mereka yang tidak nyaman hidup berdampingan dengan orang Ahmadiyah naik sebesar 7,5 persen yang sebelumnya hanya 38,1 persen menjadi 46,6 persen pada 2012. Dan mereka yang tidak nyaman bertetangga dengan homoseksual pada 2005 hanya 64,7 persen kini menjadi 80,6 persen.
Artinya, bahwa mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam lebih menerima hidup bertetangga dengan orang yang beda agama daripada hidup bertetangga dengan orang Islam yang berbeda paham agama seperti Syiah dan Ahmadiyah. Jadi, muslim Indonesia sangat intoleran. Demikianlah kesimpulan dari LSI yang dimuat dalam situs resminya. (lsi.co.id)
Ini artinya, orang Islam Indonesia semakin sadar akan kebenaran agama Islam. Pasalnya, sample (muslim) bisa membedakan bahwa orang yang memiliki pemahaman berbeda dengan Islam (Syiah dan Ahmadiyah) adalah sesat dan menyesatkan. Akhirnya, mereka tidak mau hidup bersama mereka.
Dalam hal ini, wajar jika LSI mengatakan umat Islam (yang menjadi sample riset) itu intoleran. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa cara pandang menyikapi toleransi yang digunakan oleh LSI adalah toleransi model Barat yang tidak membedakan antara kebenaran dan kesesatan. Bagi Barat (yang akhirnya jadi pijakan LSI), semua harus ditolerir. Tentu akan berbeda hasilnya apabila LSI menggunakan kaca mata Islam (dalam hal ini konsep tasamuh) dalam menilai hal tersebut.
Sebagaimana disebutkan di awal, Islam memiliki konsep tasamuh atau (kemudahan). Saat LSI melakukan survei, sebenarnya umat muslim sedang menerapkan konsep tasamuh. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan penolakan terhadap kesesatan (Homosex/Lesbian, Syiah dan Ahmadiyah). Sikap ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami (1992:53-55) yang mengatakan bahwa dalam bertasamuh, Islam harus tetap mengedepankan tauhid.
Sebab, pada dasarnya, konsep bertasamuh dalam Islam mengandung konsep-konsep yang rahmatan lil ‘alamin. Di antaranya konsep yang mengikat makna tasamuh yaitu ar-Rahmah (Kasih Sayang), QS. Al-Balad : 17, al-Salam (keselamatan), QS. Al-Furqan: 63, al-Adl (keadilan) dan al-Ihsan (kebaikan), QS. al-Nahl : 90 dan al-Tauhid (Menuhankan Allah SWT), QS. Al-Ikhlas : 1-4. Dan inilah yang sedang dipraktekkan oleh sample (Muslim).
Ini berarti jelas bahwa masyarakat yang disurvei tidak sedang menerapkan toleransi ala Barat tapi mereka bertasamuh. Dan apabila itu tidak disadari oleh LSI maka itu menunjukkan bahwa LSI tidak berimbang dalam menilai data survei. Sebab, LSI telah menggunakan kaca mata Barat untuk menilai umat Islam yang hasilnya akan selalu negatif.
Penutup
Dari paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa antara toleransi dan tasamuh memiliki perbedaan yang mendasar. Toleransi ala Barat merupakan sikap menahan tanpa protes meskipun dalam hal kebaikan dan kesesatan. Baik dalam hal bersosial maupun berkeyakinan.
Hal yang berbeda dengan Islam. Dalam hal bermasyarakat, Islam harus menerapkan konsep tasamuh. Artinya, Islam memberi kemudahan kepada orang lain yang tidak mengusik keimanan umat Islam.
Adapun sikap yang ditunjukkan oleh umat Islam yang disurvei –bagi penulis- adalah sudah sangat tepat dan harus tetap dijaga (bila perlu ditingkatkan). Sebab seperti itulah seharusnya hidup bertasamuh, yaitu tidak menjual tauhid dengan toleransi semu.
Jadi, prinsip toleransi yang menjadi pegangan LSI sangat bertolak belakang dengan prinsip tasamuh dalam Islam. Dengan demikian, menurut hemat penulis, jauh lebih baik bertasamuh dari pada bertoleransi. Dan satu hal yang tak kalah penting, masalah kerukunan antar umat beragama, Islam tidak perlu belajar dari Barat. Islam telah memiliki prinsip tersendiri yang tidak bisa diganti dengan model kerukunan agama lain yang selama ini terkesan mendikte kaum Muslim.
Sebagai penutup, penulis meminta kaum Muslim tidak perlu ragu. Selanjutnya juga menghimbau pihak LSI bisa bersikap adil dalam menilai sikap kaum Muslim. Itupun jika mau melakukan. Hanya saja, biasanya akan sulit. Karena biasanya semua survey dan program-program kalangan LSM di Indonesia sudah merupakan paket dari sponsor yang agendanya jelas bertolak-belakang dengan nilai Islam itu sendiri. Wallahu a’lam bi al-shawab.*

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

hai..